Anna Sulisetiawati

Bismillah ... Atas nama Tuhan yang Maha Pemurah Terima kasih atas ilmu yang tercurah Semoga melalui media ini ilmu makin terasah...

Selengkapnya
Navigasi Web

BELAJAR DARI FILM DUA GARIS BIRU

Tantangan hari ke-31

#TantanganGurusiana

Dua Garis Biru menceritakan kisah kasih sepasang anak muda, yaitu Dara dan Bima. Kisah kasih mereka dipenuhi dengan tawa dan canda serta romansa anak sekolah yang penuh dukungan dari keluarga dan teman-teman terdekat. Namun, kegembiraan mereka hilang tiba-tiba, digantikan oleh rasa takut serta bingung ketika Dara hamil.

Semua dukungan yang mereka dapatkan dari keluarga dan teman-teman turut menghilang berganti tatapan heran dan cemooh berkepanjangan. Dara dan Bima kemudian dihadapkan dengan hal-hal yang tak pernah dibayangkan oleh anak berusia 17 tahun. Mereka pun harus mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut.

Keterkejutan orang tua saat mendengar kabar dari sekolah tentang kehamilan Dara membuat mereka murka. Tak hanya orang tua Dara yang marah, orang tua Bima pun hilang kesabaran. Kecewa akan perbuatan mereka yang melanggar batas agama dan norma. Rasa malu akan apa yang telah diperbuat oleh kedua anak mereka membuat para orang tua tak habis berpikir mengapa hal tersebut sampai terjadi. Namun, nasi telah menjadi bubur. Tak ada lagi yang perlu disesali, saat ini yang ada adalah apa yang harus dipertanggungjawabkan dan apa tindakan selanjutnya.

Sesungguhnya Dara dan Bima juga tak luput dari rasa bingung yang tak berujung. Bagaimana tidak? Mereka masih berstatus anak sekolah. Bagaimana mereka harus melanjutkan sekolah bila sudah ada anak yang harus mereka rawat?. Apalagi bila pihak sekolah mengeluarkan mereka dari sekolah sebagai sanksi atas perbuatan yang telah mereka lakukan.

Apa yang sudah diperbuat oleh Dara dan Bima sangat lekat dengan realita di sekitar kita. Tidak hanya mereka berdua yang mendapat sanksi, namun juga lingkungan sekitar merekapun mendapat sanksi akibat perbuatan mereka. Sanksi agama jelas, karena ajaran Tuhan telah dilanggar. Sementara sanksi moral berlaku dari keluarga dan teman meraka. Sedangkan sanksi sosial berasal dari lingkungan sekitar mereka.

Sejatinya bila dirunut secara jelas, tidak serta merta mereka berdua erada di pihak yang salah. Karena jelas peran orang tua dan sekolah serta lingkungan turut serta memengaruhi apa yang mereka perbuat. Adalah bijak bila sebagai orang tua di rumah dan guru yang mendampingi di sekolah sejak dini tak henti-henti untuk menguatkan nilai-nilai akhlak mulia sesuai ajaran agama. Mengingatkan anak-anak untuk selalu merasa Tuhan itu ada dan Maha Tahu, hingga akan ada semacam pengingat bila mereka akan melakukan perbuatan tercela.

Pengembangan nilai-nilai karakter dalam pembiasaan sehari-hari baik di rumah dan di sekolah secara berkelanjutan juga diharapkan mampu menjadi kunci hidup bagi anak. Tak lupa edukasi sejak dini tentang organ dan kesehatan reproduksi diri sendiri dan jenis kelamin bisa dimulai dari lingkungan keluarga dan diperkuat dengan pembelajaran di sekolah. Dengan tujuan agar anak tahu tentang edukasi terkait hal tersebut dari sumber yang benar dan jelas hingga tak lagi menimbulkan rasa penasaran yang tinggi serta anak mampu memahami segala resiko yang akan mereka tanggung bila berbuat di luar batas. Bukankah begitu?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post